Langsung ke konten utama

Kembalikan Pancasila Sebagai Karakter Bangsa Indonesia

Memasuki era globalisasi ini, pengaruh berbagai ideologi dunia mulai meminggirkan ideologi Pancasila. Bahkan ketua PSP UGM, Prof. Sudjito dengan gamblang menyampaikan bahwa Pancasila telah dikubur oleh bangsanya sendiri di tanah kelahirannya. Pernyataan itu merupakan akumulasi dari kondisi masyarakat sekarang yang sudah tidak peduli lagi dengan Pancasila serta nilai-nilai luhurnya. Era Reformasi membuat Pancasila sebagai Dasar Negara kurang mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. Kondisi itu sungguh memprihatinkan. Bangsa Indonesia harus kembali mengembangkan nilai-nilai ideal Pancasila sebagai karakter bangsa. Untuk itu, penyelenggara Negara dan warga mesti mensosialisasikan dasar Negara secara lebih kreatif sehingga menghasilkan pikiran, sikap, dan tindakan sesuai kelima sila itu. Ketua Eksekutif Pusat Studi Pancasila Universitas Pancasila (UP) Yudi Latif menyampaikan seruan itu dalam orasi ilmiah “Karakter Pancasila Sebagai Dasar Kemajuan Bangsa” pada seminar Panacasila  di Jakarta yang diadakan Pusaka Indonesia beberapa waku lalu. Yudi Latif menjelaskan, setiap bangsa harus memiliki karakter atau cetakan dasar kepribadian yang tumbuh dari pengalaman bersama. Bagi bangsa Indonesia, karakter itu bertumpu pada Pancasila sebagai dasar kelima sila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan, adalah pandangan dunia yang visioner dan tahan banting. Namun, nilai-nilai itu sekarang terabaikan. Karena itu, kita harus kembali mencetak nilai-nilai ideal itu menjadi karakter kebangsaan dengan mendalami, meyakini, dan mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Menurut Yudi, diperlukan sosialisasi Pancasila secara lebih kreatif dan menyeluruh dalam pemikiran, penjiwaan, dan tindakan.  Kelima sila itu harus diamalkan dengan dasar ketaatan  pada hukum, kesusilaan, keagamaan, dan kodrat hidup bersama.

“Kuncinya, para penyelenggara Negara dan warga harus serius menjunjung tinggi nilai-nilai keadaban publik berdasarkan Pancasila. Kekayaan alam harus memberi kemakmuran, kekayaan budaya jadi sumber kemajuan, dan keberagaman memberi landasan hidup rukun”, katanya.

Pancasila jangan hanya menjadi retorika, tetapi juga dasar falsafah Negara, wacana ilmiah, dasar produk perundangan, dan berkaitan dengan kenyataan.  “Jadikan Pancasila sebagai karya, kebanggaan, dan komitmen bersama”, kata Yudi, yang juga menjadi Direktur Reform Institute. Karakter bangsa, dapat ditumbuhkan melalui proses internalisasi dalam budaya di masyarakat. Misalnya, melalui keteladanan tokoh, cerita-cerita kearifan local, dan melalui media komunikasi. Kearifan lokal sebenarnya mengajarkan banyak nilai karakter bangsa. Misalnya, perbahasa “tak ada rotan, akar pun jadi”. Peribahasa itu memiliki makna atau mengajarkan sikap untuk selalu kreatif dan kerja keras. Persoalannya, ketika diajarkan di sekolah-sekolah, peribahasa seperti itu cenderung hanya menjadi hafalan dan kurang diinternalisasi dan diterapkan. Terkait keteladanan, keteladanan tokoh, apalagi tokoh pejabat publik, sudah tidak memberikan inspirasi dalam pembangunan karakter bangsa. Lihat saja caleg-caleg, politisi, dan pejabat publik. Semua sibuk mempertahankan kekuasaan. Sayangnya dalam mempertahankan dan mencari kekuasaan, kekuatan uang menjadi sangat dominan dan berpengaruh. Karena itu, bangsa Indonesia membutuhkan tokoh-tokoh yang mampu memberikan keteladanan dalam menumbuhkan karakter bangsa. Contoh kongkrit, atau keteladanan tokoh itu melebihi semua teori. Bung Karno berupaya membangun karakter bangsa. Misalnya, dengan menekankan kemandirian dalam ekonomi, berkepribadian dalam budaya, dan berdaulat dalam politik. Bung Karno juga menekankan pembangunan nasionalisme dan kebangsaan yang kuat. Penanaman karakter bangsa yang ideal harus dilakukan pada usia dini, misalnya pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sehingga  anak sudah terbiasakan semenjak kecil. Disinilah peran orang tua, sekolah dan lingkungan masyarakat lebih aktif dan dinamis. Meski demikian tetap harus dilakukan program yang terukur dan sistemis agar pembentukan moral dan karakter Pancasila dapat berjalan sesuai rencana.

 Sumber: http://www.pusakaindonesia.org/kembalikan-pancasila-sebagai-karakter-bangsa/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAMPAK DARI PENANGGULANGAN SAMPAH PLASTIK BAGI LINGKUNGAN

TUGAS MAKALAH PENGETAHUAN LINGKUNGAN “DAMPAK DARI PENANGGULANGAN SAMPAH PLASTIK BAGI LINGKUNGAN” Disusun Oleh: Nama          : Maulana NPM           : 35413348 Kelas          : 3ID02 FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1     Latar Belakang Lebih dari 1 triliun kantong plastik digunakan setiap tahun di seluruh dunia. Sekitar 2 juta kantong plastik digunakan setiap menit di seluruh dunia dan sekitar 32 juta ton sampah plastik dihasilkan setiap tahunnya, mewakili 12,7% dari total limbah padat. Menurut Riset  Greeneration , 1 orang di Indonesia rata-rata menghasilkan 700 kantong plastik per tahun. Manajemen sampah yang buruk, terutama di negara-negara berkembang, menjadi salah satu pemicunya. Di negara seperti Indonesia contohnya, an...

MENGAPA SURABAYA MENJADI SIMBOL SEBAGAI KOTA PAHLAWAN

Cerita Sejarah Kota Surabaya  kental dengan nilai kepahlawanan. Sejak awal berdirinya, kota ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan nilai-nilai heroisme. Istilah Surabaya terdiri dari kata sura (berani) dan baya (bahaya), yang kemudian secara harfiah diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang. Nilai kepahlawanan tersebut salah satunya mewujud dalam peristiwa pertempuran antara Raden Wijaya dan Pasukan Mongol pimpinan Kubilai Khan di tahun 1293. Begitu bersejarahnya pertempuran tersebut hingga tanggalnya diabadikan menjadi tanggal berdirinya Kota Surabaya hingga saat ini, yaitu 31 Mei. Heroisme masyarakat Surabaya paling tergambar dalam pertempuran  10 Nopember 1945 . Arek-arek Suroboyo, sebutan untuk orang Surabaya, dengan berbekal bambu runcing berani melawan pasukan sekutu yang memiliki persenjataan canggih. Puluhan ribu warga meninggal membela tanah air. Peristiwa heroik ini kemudian diabadikan sebagai peringatan Hari Pahlawan. Sehingga membuat ...

Hak Cipta

Hak Cipta di Indonesia diatur dan dilindungi dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disebutkan juga bahwa ciptaan yang dilindungi adalah dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra. Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku ...