Pada 9 April 2014 akan dilangsungkan
Pemilu untuk memilih para anggota dewan perwakilan rakyat tingkat nasional dan
anggota dewan perwakilan rakyat tingkat daerah untuk 33[3] provinsi dan 497
kabupaten/kota.
Di Indonesia ,terdapat dua lembaga
legislatif nasional: Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah
(DPD). DPR merupakan badan yang sudah ada yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 dan DPD, yang dibentuk pada tahun 2001 adalah lembaga
perwakilan jenis baru yang secara konstitusional dibentuk melalui amandemen UUD
sebagai pergerakan menuju bicameralism di Indonesia. Akan tetapi, hanya DPR
yang melaksanakan fungsi legislatif secara penuh; DPD memiliki mandat yang
lebih terbatas[4]. Gabungan kedua lembaga ini disebut Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Perwakilan baik dari DPR maupun DPD dipilih untuk jangka waktu
lima tahun.
DPR terdiri dari 560 anggota yang
berasal dari 77 daerah pemilihan berwakil majemuk (multi-member electoral
districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh kursi per daerah pemilihan
(tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem proporsional
terbuka. Ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen berlaku hanya untuk DPR dan
tidak berlaku untuk DPRD. Tiap pemilih akan menerima satu surat suara untuk
pemilihan anggota DPR yang berisi semua partai politik dan calon legislatif
yang mencalonkan diri dalam daerah pemilihan di mana pemilih tersebut berada.
Pemilih kemudian, menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat
atau gambar partai politik yang dipilih, atau keduanya (jika mencoblos dua
lubang, gambar partai yang dicoblos haruslah partai yang mengusung kandidat
yang dicoblos, kalau tidak demikian maka surat suara tersebut akan dianggap
tidak sah).
DPD memiliki 132 perwakilan, yang
terdiri dari empat orang dari masing-masing provinsi (dengan jumlah provinsi
33), yang dipilih melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik berwakil
banyak (single non-transferable vote, SNTV). Tiap pemilih menerima satu surat
suara untuk pemilihan anggota DPD yang berisi semua calon independen yang
mencalonkan diri di provinsi di mana pemilih tersebut berada. Pemilih kemudian,
menggunakan paku, mencoblos satu lubang pada nama kandidat yang dipilih. Empat
kandidat yang memperoleh suara terbanyak di tiap provinsi akan kemudian
terpilih menjadi anggota DPD.
DPRD Provinsi
(Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi) dipilih di 33 provinsi, masing
masing dengan jumlah 35 sampai 100 anggota, tergantung populasi penduduk
provinsi yang bersangkutan.
Untuk Pemilu 2014, di tingkat provinsi
terdapat 2.112 kursi yang diperebutkan dalam 259 daerah pemilihan berwakil
majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi (tergantung populasi). 497 DPRD
Kabupaten/Kota, yang masing-masing terdiri atas 20 sampai 50 anggota tergantung
populasi penduduk kabupaten/kota yang bersangkutan, dipilih di tiap
kabupaten/kota. Dalam pemerintahan daerah, di bawah tingkat provinsi terdapat
410 kabupaten (pada umumnya pedesaan) dan 98 kota (pada umumnya perkotaan), dan
497[5] dari seluruh kabupaten/kota tersebut akan memilih anggota DPRD
masing-masing dalam Pemilu 2014. Untuk Pemilu Legislatif 2014, pada tingkat
kabupaten/kota, terdapat 16.895 kursi di 2.102 daerah pemilihan berwakil
majemuk yang memiliki 3 hingga 12 kursi.
Para anggota legislatif di tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota terpilih untuk menempuh masa jabatan
selama lima tahun, dimulai pada hari yang sama, melalui sistem perwakilan
proporsional terbuka yang sama dengan sistem DPR sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, namun tanpa penerapan ambang batas parlementer. Dalam prakteknya, ini berarti bahwa tiap pemilih di
Indonesia akan menerima empat jenis surat suara yang berbeda pada tanggal 9
April 2014, yakni surat suara DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota[6].
Alokasi Kursi DPR: Pada Pemilu 2009,
alokasi kursi untuk DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota merupakan
proses rumit yang berujung pada kesalahan dan kemudian revisi alokasi kursi
yang cukup memalukan. Dalam UU Pemilu Legislatif yang saat ini berlaku (UU
8/2012), proses alokasi kursi telah disederhanakan menjadi dua tahap saja.
Untuk menghitung alokasi kursi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan pertama-tama
menentukan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) bagi tiap daerah pemilihan. BPP
adalah jumlah suara sah yang diterima dalam sebuah daerah pemilihan, dibagi
dengan jumlah kursi yang tersedia bagi daerah pemilihan tersebut. Sebuah partai
politik mendapatkan satu kursi setiap kali jumlah suara yang diperoleh partai
tersebut mencapai BPP. Misalnya, jika BPP sebuah dapil adalah 1500 dan partai A
menerima 5000 suara, partai tersebut akan mendapatkan tiga kursi dalam alokasi
kursi tahap pertama. Kemudian, pada tahap kedua, kursi yang tersisa di daerah
pemilihan tersebut dialokasikan bagi partai politik dengan sisa suara terbesar
(sisa suara adalah total perolehan suara partai dikurangi suara yang digunakan
untuk mendapatkan kursi di penghitungan tahap pertama). Misalnya: BPP dalam
sebuah dapil dengan 5 kursi yang diperebutkan oleh dua partai adalah 1500;
Partai A memperoleh 5000 suara sehingga mendapatkan tiga kursi di tahap
pertama, dan Partai B memperoleh 2500 suara sehingga mendapatkan satu kursi di
tahap pertama; sisa suara Partai A adalah 500 dan sisa suara partai B adalah
1000; dengan demikian, karena sisa suaranya lebih besar, Partai B mendapatkan
satu kursi terakhir di alokasi kursi tahap kedua ini. Jika ada dua partai atau
lebih yang memiliki sisa suara sejumlah sama besar untuk satu kursi yang
tersisa, kursi tersebut akan didapatkan oleh partai politik yang persebaran
geografis perolehan suaranya lebih luas. Saat jumlah kursi yang didapatkan oleh
partai-partai politik sudah ditentukan, kursi tersebut diisi oleh calon
legislatif yang mencalonkan diri atas nama partai terkait di daerah pemilihan
yang dimaksud dan berhasil mendapatkan perolehan suara terbanyak. Untuk 77
daerah pemilihan dalam Pemilu Anggota DPR, partai politik yang perolehan
suaranya tidak mencapai 3,5 persen suara sah tidak diikutsertakan dalam proses
alokasi kursi. Partai yang belum mencapai 3,5 persen suara sah dalam Pemilu
Anggota DPR masih dapat mendapatkan kursi di DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Kuota Gender: Pada Pemilu 2004, UU
Pemilu menyarankan agar 30 persen dari daftar calon yang diajukan masing-masing
partai politik peserta pemilu adalah calon perempuan. 14 dari 24 partai politik
peserta Pemilu 2004 berhasil memenuhi kuota yang disarankan, sehingga 11.6
persen anggota DPR terpilih dan 22 persen anggota DPD terpilih adalah
perempuan. Pada Pemilu Legislatif 2009, ketentuan tentang kuota gender sedikit
lebih ketat. Tiap partai politik peserta pemilu diwajibkan untuk memiliki
minimal 30 persen calon perempuan dalam daftar calon yang diajukan dan harus
ada setidaknya satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan
dari awal daftar (disebut juga sistem ‘ritsleting’ atau ‘zipper’). Jika
ketentuan kuota minimal 30 persen calon perempuan ini gagal dipenuhi,
diterapkan sanksi administratif; akan tetapi, tidak ada sanksi yang diterapkan
jika gagal memenuhi sistem zipper. Pada Pemilu 2009, 101 orang (17,86 persen)
anggota DPR terpilih adalah perempuan (saat ini hanya terdapat 103 anggota DPR
perempuan disebabkan oleh penggantian sementara anggota legislatif). Untuk
Pemilu 2014, UU 8/2012 mempertahankan diwajibkannya kuota minimal 30 persen
calon perempuan untuk daftar calon yang diajukan dan satu calon perempuan dalam
setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar calon. Kedua ketentuan ini
sekarang memiliki ancaman sanksi jika gagal dipenuhi – partai politik yang
gagal memenuhi kuota tersebut akan dicabut haknya sebagai peserta pemilu di
daerah pemilihan di mana kuota tersebut gagal dipenuhi. Dalam proses
pendaftaran calon di KPU, semua partai politik peserta pemilu tingkat nasional
berhasil memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut. Daftar calon sementara yang
telah disusun berisi 2.434 calon perempuan, atau lebih sedikit dari 37 persen,
dari total calon sebanyak 6.576 orang. Diharuskannya ada satu calon perempuan
dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar di surat suara tidak
menjamin keterwakilan perempuan, karena kursi yang berhasil didapatkan oleh
sebuah partai politik akan dialokasikan bagi calon dari partai tersebut yang
memperoleh suara terbanyak tanpa memperdulikan jenis kelamin calon. Jika Partai
A memenangkan tiga kursi dan tiga calon Partai A yang memperoleh suara
terbanyak semuanya laki-laki, Partai A tidak akan memiliki wakil perempuan di
daerah pemilihan tersebut.
Sumber: http://www.rumahpemilu.org/in/read/3351/Gambaran-Singkat-Pemilihan-Umum-2014-di-Indonesia
Komentar
Posting Komentar